A.
Pengertian Ilmu Kalam
Menurut bahasa ilmu
kalam berasal dari kata kalam yang artinya pembicaraan\perkataan. Menurut
istilah adalah kajian ilmiah yang berupaya untuk memahami keyakinan keagamaan
dengan didasarkan pada argumentasi yang pokok\yang kuat. Ilmu kalam biasa
disebut dengan beberapa nama, antara lain: ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh
Al-Akbar, dan teologi Islam. Disebut ilmu ushuluddin karena ilmu ini membahas
pokok-pokok agama. Disebut ilmu tauhid karena ilmu ini membahas ke-Esaan Allah SWT. Sementara
itu Musthafa Abdul Raziq berkomentar, “ilmu ini (ilmu kalam) yang berkaitan
dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun diatas argumentasi-argumentasi
rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah Islami ini bertolak atas
bantuan nalar.[1]Pengertian ilmu kalam
menurut pendapat beberapa ahli
1. Pengertian
ilmu kalam menurut Syekh Muhammad Abduh, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas
tentang wujud Allah, sifat-sifat wajib yang ada bagi-Nya, sifat-sifat jaiz yang
disifatkan bagi-Nya, dari sifat-sifat yang tidak ada bagi-Nya. Selain itu, ilmu
kalam juga membahas tentang rasul-rasul Allah untuk menetapkan kebenaran
risalahnya, apa ang wajib ada pada dirinya, hal-hal jaiz yang dihubungkan pada
diri mereka, dan hal-hal terlarang yang dihubungkan kepada diri mereka.
2. Pengertian
ilmu kalam menurut Ibnu Kholdun, dia menerangkan bahwa ilmu kalam ialah ilmu
yang berisi alasan-alasan untuk mempertahankan kepercayaan-kepercayan iman
dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang
yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahli sunnah.
3. Pengertian
ilmu kalam menurut Al-Farabi, seorang tokoh jenius muslim pada masa kejayaannya
juga menjelaskan, Ilmu kalam adalah merupakan ilmu yang mempelajari tentang
keesaan zat Allah dan sifat-sifatnya beserta semua eksistensinya, mulai dari
masalah dunia hingga masalah akhirat.
B.
Fungsi Ilmu Kalam
Ilmu kalam
berfungsi sebagai ilmu yang dapat mengokohkan dan menyelamatkan keimanan pada
diri seseorang dari ketersesatan. Karena dasar argumentasi ilmu kalam adalah
rasio yang didukung dengan Al Qur’an dan Hadist. Sekuat apapun kebenaran
rasional akan dibatalkan jika memang berlawanan dengan Al Qur’an Hadits. Ilmu
kalam juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf, Oleh karena itu jika
timbul suatu aliran yang bertentangan dengan aqidah, atau lahir suatu
kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan As-Sunnah hal itu
merupakan suatu penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentanan atau tidak
pernah diriwayatkan oleh ulama ulama salaf hal itu harus ditolak. Berikut
beberapa fungsi ilmu kalam:[3]
1.
menjaga kemurnian dasar-dasar agama dan memberikan dasar-dasar argumentasi yang
kuat dihadapan para penentangnya.
2.
Memberikan arahan dan petunjuk kepada orang-orang yang membutuhkan nasihat,
khususnya ketika Islam bersinggungan dengan teologi agama lain dalam masyarakat
yang heterogen.
3.
Menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran Islam yang terdiri atas 3 pilar,
yaitu: iman sebagai landasan akidah, Islam sebagai menifestasi syariat, ibadah
dan muamalah serta ihsan sebagai aktualisasi akhlak.
4.
Menjadi pijakan bagi ilmu-ilmu syariat.
5.
Menjaga kesucian niat dan keyakinan yang merupakan dasara dalam perbuatan untuk
mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
c. Sejarah Ilmu Kalam
Pada masa Nabi
SAW, dan para Khulafaurrasyidin, umat islam bersatu, mereka satu akidah, satu
syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat
diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Awal mula
adanya perselisihan di picu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada
pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali.
Dan awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan
Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah). Padamasa itu di
latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah terjadinya
perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan
oleh Ali bin Abi Thalib, padamasa itu perpecahan di tubuh umat islam terus
berlanjut.[4]
Umat islam pada
masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan
dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok
Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu
perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali
dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di
kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya
jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah,
khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.
Pada zaman Bani
Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan
umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah,
Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan
argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan
rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan
argumentasi-argumentasi filosofis tersebut. Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu
mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan
kaum tradisional tidak menyukainya.Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah
dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Pada
zaman pemerintahan Bani Umaiyah, hampir-hampir keseluruhan umat Islam di dalam keimanan
yang bersih dari sebarang pertikaian dan perdebatan.
Pada zaman
Abbasiyah, telah banyak berlaku pembahasan di dalam perkara-perkara akidah
termasuk perkara-perkara yang tidak wujud pada zaman Nabi s.a.w. atau zaman
para sahabatnya. Berlaku pembahasan tersebut dengan memberi penumpuan agar ia
menjadi satu ilmu baru yang diberi nama Ilmu Kalam.
Setalah kaum
muslimin selesai membuka negeri-negeri, lalu ramai dari kalangan penganut agama
lain yang memeluk Islam. Mereka ini menzahirkan pemikiran-pemikiran baru yang
diambil dari agama lama mereka tetapi diberi rupa bentuk Islam. Iraq, khususnya
di Basrah merupakan tempat segala agama dan aliran. Maka terjadilah
perselisihan apabila ada satu golongan yang menafikan kemahuan (iradah)
manusia. Kelompok ini diketuai oleh Jahm bin Safwan.Dan antara pengikutnya
ialah para pengikut aliran Jabbariyah yang diketuai oleh Ma'bad al-Juhni.
Aliran ini lahir ditengah-tengah kecelaruan pemikiran dan asas yang dibentuk
oleh setiap kelompok untuk diri mereka. Kemudian bangkitlah sekelompok orang
yang ikhlas memberi penjelasan mengenai akidah-akidah kaum muslimin berdasarkan
jalan yang ditempoh oleh al-Quran. Antara yang masyhur di kalangan mereka ialah
Hasan al-Basri. Dan sebahagian dari kesan perselisihan antara Hasan al-Basri
dengan muridnya Washil bin Atho' ialah lahirnya satu kelompok baru yang dikenali
dengan Muaktazilah.Perselisihan tersebut ialah mengenai hukum orang beriman
yang mengerjakan dosa besar, kemudian mati sebelum sempat bertaubat.
Pada akhir kurun ketiga dan awal
kurun keempat, lahirlah imam Abu Mansur al-Maturidi yang berusaha menolak
golongan yang berakidah batil. Mereka membentuk aliran al-Maturidiah. Kemudian
muncul pula Abul Hasan al-Asy'ari yang telah mengumumkan keluar dari kelompok
Mu'tazilah dan menjelaskan asas-asas pegangan barunya yang bersesuaian dengan
para ulamak dari kalangan fuqahak dan ahli hadis. Dia dan pengikutnya dikenal
sebagai aliran Asya'irah. Dan dari dua kelompok ini, terbentuklah kelompok
Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan kesimpulannya, kita dapat melihat bahawa
kemunculan kelompok-kelompok di dalam Islam adalah kembali kepada dua perkara:
1.
Perselisihan mengenai pemerintahan
2.
Perselisihan di dalam masalah usul atau asas agama.[5]
[1]Abdul Razak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), hlm. 13
[2]Rahmat Fahri, Pengertian dan Definisi Ilmu Kalam, diakses dari http://www.ilmuku.web.id/2015/01/pengertian-dan-definisi-ilmu-kalam.html, pada tanggal 11 Agustus 2016
[3]Toto Si Mandja, PengertiandanFungsiIlmuKalam, diaksesdari http://www.totosimandja.com/2014/05/pengertian-dan-fungsi-ilmu-kalam.html, Pada tanggal 11 Agustus 2016
[4]Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan,
UI- Press, Jakarta, hlm : 6
[5]W.
Montgomery watt, Pemikiran teologi dan filsafati islam. Terj. Umar
Basalim, penerbit P3M, Jakarta, 1987, hlm : 8-10
D. Peran Ilmu Kalam
Dalam Kehidupan Sehari-hari
Sebenarnya bila
dicermati peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya ilmu kalam (sebagaimana
telah dijelaskan diatas), maka dengan mudah kita akan menemukan jawabanya.
Lebih dari sekedar persoalan polotis, ternyata ilmu kalam lahir pertamakali
sebagai respon kekecewaan umat islam atas praktek politik dan kepemimpinan
islam saat itu. Kata kuncinya disini adalah “Kekecewaan”. Dari sini dapat
dipahami kiranya urgensi ilmu kalam dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai
“Obat” atau “Terapi” dalam menyembuhkan kekecewaan yang kita alami dalam
kehidupan sehari-hari di dunia yang fana ini.
Contoh,
seseorang yang telah mengalami kekecewaan dan kegagalan berkali-kali dalam
hidupnya, padahal ia merasa telah berusaha secara maksimal. Niscaya orang ini
akan menemukan kedamaian dalam ajaran jabariah : bahwa manusia hanya bisa
berusaha, namun jalannya takdir itu sendiri mutlak dan milik kekuasaan Allah
SWT. Sebalinya seseorang yang merasa “Bosan” bergelut dalam “Lumpur” kebodohan
dan kemiskinan, maka ia akan mendapat suntikan motivasi yang luar biasa
besarnya dalam ajaran qodariah: bahwa manusia diberikan kekuasaan oleh Allah
SWT untuk menemukan jalan hidup dan takdirnya sendiri. sebagaimana telah
diketahui bersama, qodariah dan jabariah merupakan dua aliran ilmu kalam yang
saling bertentangan sebelum akhirnya “ didamaikan” dalam Asy’ariah (sunni)
lewat teori kasb.
Tidak hanya itu,
ilmu kalam juga memiliki kepentingan dalam menyelesaikan berbagai persoalan
yang mengancam eksistensi peradaban modern, seperti misalnya, krisis
lingkungan.
Akar dari krisis
lingkungan ( dan berbagai krisis modernitas lainnya) adalah krisis dalam
persepsi manusia modern (paradigma modern) yang menyampingkan peran tuhan daam
kehidupan dunia dan sebagai implikasinya menghilangkan nilai sakral yang
terkandung pada alam sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya (vestigia dei,
ayatullah). Akibat dari krisis persepsi seperti ini maka alampun dinilai melulu
berdasarkan nilai ekonomisnya bagi manusia, sehingga sah-sah saja untuk
“diperkosa” selama itu memiliki keuntungan (secara ekonomis) bagi manusia (pemilik
modal).
Humanisme Barat
seperti ini jelas bertentangan dengan humanisme Islam yang berdasarkan pada
paradigma integral(Baca, Tauhid atau kesatuan dalam wujud Tuhan-alam-manusia
dalam suata gradasi wujud). Tentu saja setiap kita memiliki persoalan dalam
kehidupan sehari-hari (yang tak jarang berujung pada”keluhan” dan bahkan
“kutukan” pada tuhan) sekaligus kritik terhadap peradaban modern yang dianggap
merugikan atau bertentangan dengan hati nurani dan ajaran agama. Ilmu kalam
membantu kuita dalam menyikapi berbagai persoalan dan kekhawatiran tersebut,
tidak secara praktis (karena memang ilmu kalam bukan ilmu praktis yang menuntut
keterampilan) namun dengan cara menuliskan paradigma atau sudut pandang
keduniaan (wordview) kita sehingga sesuai dengan ajaran isam dan tauhid.
Harapannya, tentu saja dengan pemahaman yang memadai perihal persoalan dalam
ilmu kalam, kita bisa mengambil tindakan yang sesuai dan semoga saja kita juga
terhindar dari pemahman-pemahaman yang dangkal sehingga berujung pada berbagai
aksi kekerasan dan teror yang mengatasnamakan islam. Wallahu’alam bi shawab.
0 komentar:
Posting Komentar