“dasar bodoh!!” begitulah
gertaknya saat aku tiba disekolah. sungguh kali ini aku benar benar tidak bisa menahan emosiku lagi. Aku
menendang hasil karya itu. hasil karya yang tadinya tak ingin ku bawa pulang, karena
karyanya yang sebesar itu. Ngak mungkin juga kan cewek bawa barang sebesar itu dari
radius yang hampir lebih dari 10 km, tapi karena kasian dan hari itu hujan.
Jadi aku membawanya pulang, aku meminta ayah untuk berhenti didepan sebuah
konter yang kebetulan rumah ketua kelas kami.mereka sudah menunggu disana, aku
juga sebenarnya terkejut kenapa mereka membawanya kesana, bagaimana mereka
membawanya kesana? Dan lagian dedi itu bukan kelompok kami tapi kenapa mereka
malah mengerjakannya disana?
Sesampainya dirumah, “kenapa
mau-maunya membawa tugas itu pulang, itu tugas anak laki-laki” begitulah kata ibuku. Aku
tidak terkejut dengan apa yang dikatakan ibu, karena memang seharusnya begitu.
Entah karena kesal atau apa, Andre si ketua kelompok menyuruhku membawa tugas
itu pulang dan yang terlintas didalam pikirannku saat itu adalah tidak mungkin
meninggalkan tugas itu dirumah orang yang bukan kelompok kami. Malam itu aku
benar-benar bingung bagaimana cara membawanya kesekolah besok. “ayah, besok
tolong antarin nana kesekolah ya.” Ujarku. “lihat saja besok”. Aku masih
berpikir bagaimana jika besok ayah malah tidak sempat mengantarku kesekolah,
bagaimana aku akan membawanya?
Dugaanku benar, pagi-pagi sekali
ayah sudah berangkat bekerja karena mendadak ada yang telpon. Akupun semakin
bingung, apa yang harus kulakukan?
“chika, kerumah nana
sekarang.tolong bawain tugas kelompok kita “
Tapi pesan yang kukirimkan tidak
dibalas, yang ada malah Andre yang menyuruhku untuk secepatnya membawa tugas
itu ke sekolah karena ia dan bobi mau melanjutkan pekerjaanya. Iya aku
mengerti, tapi mana ada angkot pagi-pagi sekali. Lalu akupun kembali
mengabarkan chika.
“chika,cepatlah. Kerumahlah
sekarang.”
Tapi chika masih tidak merespon,
sehingga aku terpaksa meminta tolong kakakku untuk membawanya, sebenarnya aku
tak ingin merepotkannya selain itu kakakku juga sebenarnya orang yang agak galak
jadi takut kal0-kalo diomelin. Lagian ini tugas kelompok, jadi tentu harus
menjadi tanggung jawab bersama dan dikerjakan bersama anggota kelompok bukan
anggota keluarga kelompok.
Akupun berjalan menuju
persimpangan bersama kakakku, aku meminta kakakku untuk menjaga tugas itu
sebentar, sedangkan aku bergegas menuju rumah chika yang tak jauh dari
persimpangan jalan.
“chika, mana nek?”
“masih dikamar, tunggu sebentar
ya..” ujar sang nenek.
Entah kenapa kata sebentar itu terasa
begitu lama bagiku. Sekitar 15 menit kemudian. Kami bergegas menuju
persimpangan sudah ada angkot yang menunggu disana. aku pun menaiki angkot di
kursi depan, sebenarnya sudah ada anak smp yang duduk disana, tapi aku
memintanya untuk pindah kebelakang karena harus membawa tugas yang berukuran 80x80 cm itu.
“chika tolong dong!” ujarku
sambil menaiki angkot, lalu chika menyerahkan tugas itu pada ku,
“nana,, aku duduk dibelakang aja
ya” akupun tersenyum sinis. ucapannya membuatku kesal, memangnya dia mau aku yang memegang tugas
itu selama diangkot. “eh, mau kemana? Duduk disebelahlah” ujarku, diapun
menaiki angkot walau raut wajahnya terlihat tidak ikhlas. Kami memegang dan
menjaga tugas itu selama diangkot supaya tidak mengganggu sang supir karena
gedung yang kami buat agak tinggi.
Sesampainya di persimpangan menuju
sekolah kamipun turun dari angkot, yah tentunya dengan cara yang sama seperti
kami membawanya naik ke angkot tadi, ribet? Iya. Begitu turun kami harus naik
ojek lagi ke sekolah.
“chika, ini gimana? mintak ojek
yang bawa?” ujarku. Chika juga terlihat bingung.
“pak, bisa tolong bawain ini?”
“waduh, ini harus ada yang bawain
dibelakang nak” ujar bapak tua tadi.
Lalu aku berpikir, Andre dan bobi
yang membawanya ke konter, lalu aku membawanya kerumah, aku juga yang
menentengnya ke persimpangan, sekarang masa aku juga yang harus menentengnya ke
sekolah? Supaya tidak terkesan menyuruh akupun berkata “chika, bisa tolong
bawain?” kamu ajalah yang bawa” ujarnya, jelas aku benar-benar jengkel saat
itu, tapi karena tidak ingin berlama-lama dan sehubungan kami juga hampir
telat, Jadi kubawa saja.
Sesampainya di gerbang sekolah, chika
bahkan hampir lupa denganku dia langsung berjalan menuju kelas, sampai
panggilanku menghentikan langkahnya. “chika!!” lalu dia berbalik lagi untuk
membantuku membawanya.
Setibanya dikelas aku membawanya
ke meja belakang,Andre sudah menunggu disana. iapun berbalik, “DASAR BODOH!!,
masa bawa itu saja tida bisa? Ini kenapa sampai rusak begini?” ucapannya
terdengar kasar dan menyakitkan di telingaku , apa dia tau bagaimana repotnya
membawa tugas yang bahkan 30 % saja belum selesai. Aku benar-benar tidak bisa menahan
emosiku lagi , hingga aku menendang tugas itu sembari berteriak dan menahan air mata yang hendak menetes lalu pergi “siapa
yang menyuruhmu membuatnya dirumah?” aku melontarkan kata-kata itu karena memang,
tugas ini sudah berlangsung bermingu-minggu aku dan chika sering meminta mereka
untuk menyelesaikannya disekolah secepatnya, karena jika tugas mereka belum
siap juga maka kami tidak bisa bekerja karena memang kami bertugas pada bagian
desain taman dan hiasan. Aku benar-benar kesal menurutku Andre benar-benar
tidak peduli dengan tugas ini, kenapa aku hanya menyebut nama Andre, itu semua
karena bobi tidak seperti itu. Andre benar-benar menjengkelkan.
(bersambung...)
0 komentar:
Posting Komentar