seharusnya... (part 1)

“dasar bodoh!!” begitulah gertaknya saat aku tiba disekolah. sungguh kali ini aku benar benar tidak bisa menahan emosiku lagi. Aku menendang hasil karya itu. hasil karya yang tadinya tak ingin ku bawa pulang, karena karyanya yang sebesar itu. Ngak mungkin juga kan cewek bawa barang sebesar itu dari radius yang hampir lebih dari 10 km, tapi karena kasian dan hari itu hujan. Jadi aku membawanya pulang, aku meminta ayah untuk berhenti didepan sebuah konter yang kebetulan rumah ketua kelas kami.mereka sudah menunggu disana, aku juga sebenarnya terkejut kenapa mereka membawanya kesana, bagaimana mereka membawanya kesana? Dan lagian dedi itu bukan kelompok kami tapi kenapa mereka malah mengerjakannya disana?
Sesampainya dirumah, “kenapa mau-maunya membawa tugas itu pulang, itu tugas anak laki-laki” begitulah kata ibuku. Aku tidak terkejut dengan apa yang dikatakan ibu, karena memang seharusnya begitu. Entah karena kesal atau apa, Andre si ketua kelompok menyuruhku membawa tugas itu pulang dan yang terlintas didalam pikirannku saat itu adalah tidak mungkin meninggalkan tugas itu dirumah orang yang bukan kelompok kami. Malam itu aku benar-benar bingung bagaimana cara membawanya kesekolah besok. “ayah, besok tolong antarin nana kesekolah ya.” Ujarku. “lihat saja besok”. Aku masih berpikir bagaimana jika besok ayah malah tidak sempat mengantarku kesekolah, bagaimana aku akan membawanya?
Dugaanku benar, pagi-pagi sekali ayah sudah berangkat bekerja karena mendadak ada yang telpon. Akupun semakin bingung, apa yang harus kulakukan?
“chika, kerumah nana sekarang.tolong bawain tugas kelompok kita “
Tapi pesan yang kukirimkan tidak dibalas, yang ada malah Andre yang menyuruhku untuk secepatnya membawa tugas itu ke sekolah karena ia dan bobi mau melanjutkan pekerjaanya. Iya aku mengerti, tapi mana ada angkot pagi-pagi sekali. Lalu akupun kembali mengabarkan chika.
“chika,cepatlah. Kerumahlah sekarang.”
Tapi chika masih tidak merespon, sehingga aku terpaksa meminta tolong kakakku untuk membawanya, sebenarnya aku tak ingin merepotkannya selain itu kakakku juga sebenarnya orang yang agak galak jadi takut kal0-kalo diomelin. Lagian ini tugas kelompok, jadi tentu harus menjadi tanggung jawab bersama dan dikerjakan bersama anggota kelompok bukan anggota keluarga kelompok.
Akupun berjalan menuju persimpangan bersama kakakku, aku meminta kakakku untuk menjaga tugas itu sebentar, sedangkan aku bergegas menuju rumah chika yang tak jauh dari persimpangan jalan.
“chika, mana nek?”
“masih dikamar, tunggu sebentar ya..” ujar sang nenek.
Entah kenapa kata sebentar itu terasa begitu lama bagiku. Sekitar 15 menit kemudian. Kami bergegas menuju persimpangan sudah ada angkot yang menunggu disana. aku pun menaiki angkot di kursi depan, sebenarnya sudah ada anak smp yang duduk disana, tapi aku memintanya untuk pindah kebelakang karena harus membawa tugas yang berukuran 80x80 cm itu.
“chika tolong dong!” ujarku sambil menaiki angkot, lalu chika menyerahkan tugas itu pada ku,
“nana,, aku duduk dibelakang aja ya” akupun tersenyum sinis. ucapannya membuatku kesal, memangnya dia mau aku yang memegang tugas itu selama diangkot. “eh, mau kemana? Duduk disebelahlah” ujarku, diapun menaiki angkot walau raut wajahnya terlihat tidak ikhlas. Kami memegang dan menjaga tugas itu selama diangkot supaya tidak mengganggu sang supir karena gedung yang kami buat agak tinggi.
Sesampainya di persimpangan menuju sekolah kamipun turun dari angkot, yah tentunya dengan cara yang sama seperti kami membawanya naik ke angkot tadi, ribet? Iya. Begitu turun kami harus naik ojek lagi ke sekolah.
“chika, ini gimana? mintak ojek yang bawa?” ujarku. Chika juga terlihat bingung.
“pak, bisa tolong bawain ini?”
“waduh, ini harus ada yang bawain dibelakang nak” ujar bapak tua tadi.
Lalu aku berpikir, Andre dan bobi yang membawanya ke konter, lalu aku membawanya kerumah, aku juga yang menentengnya ke persimpangan, sekarang masa aku juga yang harus menentengnya ke sekolah? Supaya tidak terkesan menyuruh akupun berkata “chika, bisa tolong bawain?” kamu ajalah yang bawa” ujarnya, jelas aku benar-benar jengkel saat itu, tapi karena tidak ingin berlama-lama dan sehubungan kami juga hampir telat, Jadi kubawa saja.
Sesampainya di gerbang sekolah, chika bahkan hampir lupa denganku dia langsung berjalan menuju kelas, sampai panggilanku menghentikan langkahnya. “chika!!” lalu dia berbalik lagi untuk membantuku membawanya.
Setibanya dikelas aku membawanya ke meja belakang,Andre sudah menunggu disana. iapun berbalik, “DASAR BODOH!!, masa bawa itu saja tida bisa? Ini kenapa sampai rusak begini?” ucapannya terdengar kasar dan menyakitkan di telingaku , apa dia tau bagaimana repotnya membawa tugas yang bahkan 30 % saja belum selesai. Aku benar-benar tidak bisa menahan emosiku lagi , hingga aku menendang tugas itu sembari berteriak dan menahan air mata yang hendak menetes lalu pergi “siapa yang menyuruhmu membuatnya dirumah?” aku melontarkan kata-kata itu karena memang, tugas ini sudah berlangsung bermingu-minggu aku dan chika sering meminta mereka untuk menyelesaikannya disekolah secepatnya, karena jika tugas mereka belum siap juga maka kami tidak bisa bekerja karena memang kami bertugas pada bagian desain taman dan hiasan. Aku benar-benar kesal menurutku Andre benar-benar tidak peduli dengan tugas ini, kenapa aku hanya menyebut nama Andre, itu semua karena bobi tidak seperti itu. Andre benar-benar menjengkelkan.

(bersambung...)

0 komentar:

Posting Komentar