Kondisi dan Inovasi Pertanian Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian besar, tentunya untuk memenuhi kebutuhan penduduk indonesia sebanyak 200 juta jiwa, ketersediaan pangan perlu diperhatikan, namun faktanya sektor pertanian masih belum mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Indonesia seharusnya dapat menjadi negara maju bahkan melalui sektor pertanian dengan meningkatkan produktivitas hasil pertanian diharapkan indonesia dapat menjadi lumbung pangan dunia. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting  dalam pembangunan ekonomi negara ini. Sektor ini (seharusnya) memberikan banyak kontribusi terhadap kehidupan bangsa ini. Lalu, mengapa pertanian dianggap sangat penting di negara kita ini?  Hal ini terjadi karena pertanian: (1) Sebagai sumber devisa negara;(2) Sebagai sumber pendapatan penduduk;(3) Sebagai sumber penyediaan bahan baku industri;(4) Sebagai sektor penyediaan lapangan pekerjaan;(5) Sebagai sektor yang mempegaruhi pembangunan nasional;(6) Sebagai sektor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

Dengan beberapa kontribusi dan peranannya yang sangat sentral, sektor pertanian seharusnya mendapatkan perhatian yang sangat khusus dari pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di dunia pertanian  harus diatasi setahap demi setahap dan secara berkesinambungan agar Indonesia menjadi negara yang bebas impor, Pertanian di Indonesia saat ini memiliki beberapa masalah dalam bidang ekonomi. Masalah merupakan sesuatu hal yang bersifat menghambat dan berpengaruh negatif pada sesuatu hal tersebut dan perlu adanya sebuah solusi dalam mengatasinya. Masalah juga ada pada beberapa bidang salah satunya yaitu bidang ekonomi.  Pengertian dari ekonomi adalah suatu hal yang membahas mengenai produksi, distribusi atau pemasaran serta sebuah usaha dalam memenuhi kebutuhan untuk mencapai sebuah kesejahterahaan. Masalah ekonomi juga terbagi menjadi beberapa sektor, salah satunya adalah masalah ekonomi sektor pertanian. 

Perekonomian pertanian yaitu semua hal yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dalam bidang pertanian, jadi masalah perekonomian pertanian yaitu sesuatu hal yang berpengaruh negatif atau menghambat yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bidang pertanian. Ekonomi pertanian memiliki banyak permasalahan di dalamnya terkait dengan lahan, usahatani, modal, sara prasarana, kelembagaan, harga serta, proses permintaan dan penawaran.  Permasalahan ini sering terjadi pada komoditas-komoditas pangan seperti padi dan hortikultura. Sumber daya lahan menjadi sebuah masalah karena lahan pertanian dalam pengembangannya tidak menunjukkan adanya perluasan yang stabil bahkan semakin hari semakin mengalami pengurangan.

Penduduk Indonesia yang semakin bertambah sehingga lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan pemukiman adalah salah satu penyebab dari permasalahan berkurangnya sumber daya lahan pertanian terutama pada komoditas padi dan hortikltura. Sumber daya lahan sebagai lahan pertanian yang berkurang, memiliki keterbalikan dengan kebutuhan pangan yang berkualiatas mengalami peningkatan sehingga hal ini menjadi sebuah permasalahan. Ekonomi perrtanian pada komoditas padi dan hortikultura juga memiliki permasalahan dalan usahataninya dan behubungan dengan sarana prasarana yang terkait.

Penerapan pertanian konvensional pada awalnya mampu meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Tetapi ternyata diketahui kemudian efisiensi produksi semakin lama semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang merugikan. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, para pakar mengeluarkan gagasan mengenai pertanian berkelanjutan. Dengan konsep pertanian berkelanjutan diharapkan sistem pertanian dapat bertahan sesuai dengan perkembangan zaman, yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan pertanian ber kelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial (FAO, 1989). Sedangkan Thrupp (1996) menjelaskan pertanian perkelanjutan sebagai praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, dalam pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa petanian berkelanjutan bertumpu pada 3 pilar, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial. 

Untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, teknologi diperlukan selama budidaya, penanganan pasca panen, dan pengolahan hasil pertanian. Untuk meningkatkan daya saing di mata konsumen dan laba dari produk-produk pertanian, teknologi juga diperlukan selama distribusi dan penjualan (penyajian). Dapat disimpulkan bahwa teknologi diperlukan sejak berada di lahan hingga disajikan di hadapan konsumen (from farm to table). Teknologi tersebut diperlukan untuk mendukung pelaksanaan setiap tahap farm to table, yaitu good farming practices (cara bertani yang baik), good handling practices (cara penanganan hasil panen yang baik), good manufacturing practices (cara pengolahan hasil pertanian yang baik), good distribution practices (cara pengangkutan hasil pertanian yang baik), dan good retailing practices (cara penyajian yang baik untuk konsumen).

Pertanian berkelanjutan ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi, tiga pilar pertanian berkelanjutan penting untuk mengaplikasikan teknologi yang berkaitan langsung dengan bidang pertanian maupun bidang lain. Teknologi ini harus mampu memacu peningkatan nilai tambah (value added), daya saing (competitiveness), dan keuntungan (profit/benefit) produk pertanian. Organ teknologi yang diperlukan adalah cara budidaya dan bertani secara berkelanjutan dilakukan dengan baik, penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah satu bagian dari strategi penguatan teknologi.

Indonesia merupakan negara besar dan memiliki potensi untuk melaksanakan hal ini. Sumberdaya cukup melimpah dan didukung oleh iklim yang kondusif. Peran serta pengambil kebijakan lebih fokus dalam pembangunan bidang pertanian berkelanjutan akan mengenjot gairah perkembangan pertanian berkelanjutan. Pada masanya, produk petani Indonesia mampu menjadi daya saing global. Saat ini perhatian pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong petani-petani di desa dengan menghadirkan teknologi pertanian modern dan penyuluh-penyuluh yang dapat membimbing petani dalam menerapkan sistem pertanian organik maupun pertanian terpadu, guna menciptakan merdeka ekspor produk pertanian indonesia.


Suci Nur Afeland

Mahasiswi Proteksi Tanaman Universitas Andalas

Pertanian Organik dan Pestisida Nabati Solusi Pertanian Masa Depan

Pada era globalisasi ini kebutuhan akan produk pertanian yang berkulitas baik dan sehat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya tren hidup sehat maka munculah pertanian organik dengan prospek ekonomi yang menjanjikan, tentunya dengan adanya pertanian organik ini mendorong pertanian berkelanjutan dan sebagai peluang ekonomi bagi petani.

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani. Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman (jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis) sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.

Budidaya tanaman secara organik merupakan salah satu solusi di tengah kecemasan masyarakat terhadap bahaya pestisida dan pencemaran lingkungan.  Atas dasar kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan, pertanian organik muncul sebagai salah satu alternatif pertanian modern dengan mengandalkan bahan alami dan menghindari bahan sintetik.  Melalui metode bertanam secara organik diharapkan dapat menghasilkan pangan yang sehat dan bebas residu pestisida, sekaligus tidak menyebabkan pencemaran pada lingkungan. Sistem pertanian organik menjadi trend dan terus berkembang karena dapat menghasilkan produk yang lebih sehat untuk dikonsumsi.  Secara fisik, penampilan produk organik tidak berbeda dengan produk non-organik, tetapi kualitas produk organik lebih baik dibandingkan dengan produk non-organik.

Melihat perkembangan dunia pangan khususnya produk pertanian dewasa ini, sudah menjadi keharusan apabila pertanian dilaksanakan secara organik. Potensi mengembangkan pertanian organik di Indonesia pun terbilang sangat terbuka lebar, hal ini karena tersedianya berbagai unsur tanaman yang berfungsi sebagai pupuk organik maupun pestisida nabati serta memungkinkan berkembangbiaknya musuh alami (Predator) bagi pengendalian siklus hidup hama dan penyakit. Pupuk organik (kompos) sudah tidak asing lagi bagi petani-petani di Indonesia. Pada era pertanian klasik kompos yang biasanya terbuat dari kotoran hewan maupun sisa-sisa tumbuhan yang telah membusuk digunakan sebagai bahan andalan penyubur tanaman. Seiring dengan maraknya penggunaan pupuk kimia keberadaan pupuk organik pun mulai ditinggalkan oleh para petani. Begitu-pun dengan perkembangan hama dan penyakit , banyak yang menilai hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ; anomali cuaca dan rusaknya ekosistem alam. Tetapi meningkatnya hama dan penyakit tanaman dewasa ini juga tidak menutup kemungkinan karena berkurangnya musuh alami (predator) di alam bebas, sehingga terjadi ketidak seimbangan ekosistem. Disamping penggunaan musuh alami untuk pengendalian hama dan penyakit, penggunaan pestisida nabati juga sangat mungkin untuk diterapkan. Indonesia memiliki varitas tumbuhan obat untuk penggunaan pestisida nabati.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini adalah masalah produksi bahan pangan yang cukup untuk mengimbangi pertumbuhan populasi penduduk dunia yang cepat. Usaha peningkatan produksi pangan menjadi masalah yang mendesak untuk ditangani. Oleh sebab itu berbagai cara ditempuh untuk mengatasi hal ini. Salah satu solusi yang ditawarkan  adalah penggunaan pestisida yang dapat meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan OPT. Namun demikian, penggunaan pestisida di lingkungan pertanian menjadi masalah yang sangat dilematis. Di satu pihak dengan digunakannya pestisida maka kehilangan hasil yang diakibatkan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Di lain pihak, tanpa penggunaan pestisida akan sulit menekan kehilangan hasil yang diakibatkan OPT.

Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu zat yang dapat bersifat racun menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, mempengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat, penolak, mengendalikan perkembangan/pertumbuhan dari hama/penyakit dan gulma. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh. Kehilangan hasil akibat OPT pada saat prapanen diperkirakan sebesar 30-35%, sedangkan pada pascapanen diperkirakan sebesar 10-20%. Dengan demikian, kehilangan hasil keseluruhan yang diakibatkan OPT ini dapat mencapai 40-55%. Dalam beberapa kasus, OPT dapat megakibatkan gagal panen.

Dilema yang dihadapi dalam menangani masalah produksi pertanian, khususnya pangan, adalah apabila kegiatan tetap dilaksanakan tanpa penggunaan pestisida maka sulit diperoleh produksi pertanian yang memadai. Namun, di lain pihak dengan penggunaan pestisida yang kurang bijaksana (khususnya yang bersifat sintetis) sering merugikan lingkungan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani sampai saat ini masih belum dapat melepaskan diri dari pestisida dalam kegiatan bertaninya. Pestisida masih diperlukan dan masih merupakan mitra kerja bagi petani, walaupun harganya relatif mahal.

Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah bersama masyarakat harus mampu membuat trobosan-trobosan dengan berbagai alternatif yang dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan dengan tidak melupakan kepedulian terhadap lingkungan dan mengutamakan keberpihakan kepada petani. Suatu alternatif pengendalian hama penyakit yang murah, praktis, dan relatif aman terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh negara berkembang seperti Indonesia dengan kondisi petaninya yang memiliki modal terbatas untuk membeli pestisida sintetis. Oleh sebab itu sudah saatnya memasyaratkan pestisida nabati yang ramah lingkungan.

Mengenal Pestisida Nabati

Mengingat penggunaan pestisida secara berlebihan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun manusia, maka perlu diupayakan cara pemecahannya. Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida sertapengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan. Selain itu, memasyarakatkan penggunaan pestisida nabati menjadi salah satu alternatif juga untuk mengatasi hal tersebut.

Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Dengan demikian tanaman juga akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi. Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pestisida nabati ini dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, anti fertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya.


Suci Nur Afeland

Mahasiswi Proteksi Tanaman Universitas Andalas

Sektor Pertanian bertahan ditengah pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan perekonomian di semua lini usaha, termasuk sektor pertanian. Salah satu dampak yang harus diantisipasi terkait dampak Covid-19 adalah ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat. Gerakan Ketahanan Pangan (GKP) yang diperkenalkan Kementerian Pertanian di tengah ancaman virus corona saat ini harus didukung oleh semua pihak, khususnya petani dan penyuluh sebagai ujung tombak dan penggerak sektor pertanian. Kepala BPS menyampaikan apresiasi atas capaian ekspor dan peningkatan produksi sektor pertanian selama pandemi Covid-19. Sejak 2019-2021 ekspor pertanian tumbuh 14,3 persen dengan sub sektor tanaman pangan sebagai penyumbang tertinggi dalam distribusi dan pertumbuhan ekonomi sub sektor pertanian tahun 2020. Secara rinci berdasar sub sektornya, tanaman pangan tumbuh 3,54 persen, tanaman hortikultura 4,37 persen dan tanaman perkebunan tumbuh sebesar 1,33 persen.

Indonesia adalah negara agraris yang memberi konsekwensi pertumbuhan kehidupan hampir keseluruhan masyarakat Indonesia, maka perlunya perhatian pemeritah pada sektor pertanian yang kuat dan tangguh. Oleh karena itu, salah satu sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi adalah sektor pertanian. Indonesia merupakan negara pertanian, hal ini berarti petani memegang peranan yang amat penting dari keseluruhan perekonomian nasional Indonesia. Hal ini, ditunjukan dari banyakbanyak rakyat atau tenaga kerja pada sektor pertanian. Petani dan pertanian merupakan basis besar perekonomian Indonesia. Bila saja sistem agribisnis ini bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah, maka kita bisa mandiri dalam hal pemenuhan bahan makanan penduduk. Perhatian pemeritah termasuk dalam menunjang sektor pertanian di bidang riset dan teknologi yang sepadan. Sebaiknya, kalau tidak ada perhatian besar pemeritah, jangan harap sektor ini bisa berkembang.

Maka dari itu, pembanguan sektor pertanian jangan dilupakan bahkan sangat perlu perhatian dan fokus pemeritah. Sebetulnya, Indonesia bisa menjadi negara maju, meski harus berbasis pertanian. Kalau hal itu dapat dilakukan, maka ada saatnya semua negara di sekitar Indonsia, akan sangat tergantung bahan pangannya dari bumi pertiwi ini. Selandia Baru, Vietnam, dan negara lainnya adalah contoh dari negara-negara yang pembanguan ekonomi berbasis pertanian. Indonesia perlu membenahi pola pemberdayaan pertanian guna meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian Indonesia untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok  di negara kita. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah penyediaan benih, bibit dan tekhnik budidaya hingga teknologi panen dan pasca panen. Pola pemberdayaan pertanian perlu dilakukan dengan sinergitas yang baik dari berbagai sektor untuk membangun pertanian. Seperti diketahui Kementrian Pertanian menunda perdagangan sayur, hewan dan buah-buahan menuju dan dari China dan juga negara-negara lain guna mencegah wabah Novel Coronavirus (Covid-19) atau Corona masuk ke Indonesia.

Perubahan pada berbagai sektor di kehidupan manusia selama masa pandemik membuat masyarakat menjadi resah, panik dan khawatir karena menyangkut ekonomi masing–masing. Bahkan pada sektor pertanian yang merupakan bahan pemasok pangan bagi manusia mengalami perubahan dalam aktivitas petani. Berbagai petani di Indonesia merasakan dampak adanya virus tersebut. Mirisnya banyak keluhan petani terhadap keadaan masa pandeminya yang merubah nasib petani menjadi khawatir. Adanya keadaan virus pandemi yang belum diketahui sampai kapan akan berakhir memiliki dampak yang signifikan bagi petani, pemasok  bahan pangan atau sektor pertanian.

Dikutip dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 27/05/2020 mengatakan bahwa  ada 6 dampak yang mempengaruhi sektor pertanian yaitu harga pasar dan pertanian yang menciptakan pasar dan transaksi yang tidak semestinya sehingga akan memperngaruhi stabilitas supply dan demand barang, rantai pasokan melambat dan kekurangan akibat logistik mengalami kesulitan, kesehatan petani yang mayoritas relatif umurnya lebih tua dibanding dengan pekerjaan umum yang dapat menimbulkan kepanikan aktivitas petani, tenaga kerja pertanian, keselamatan pekerja dan alat pelindung diri (APD), dan gangguan lainya.

Keadaan sulit adanya pandemik berbagai sektor di kehidupan mengalami kendala masing– masing. Pada sektor pertanian yang mengharuskan tetap memproduksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sedang berjuang untuk menstabilkan keadaan pertanian. Kepanikan dan kekhawatiran petani menjadi salah satu keluhan yang terdengar karena aktivitas yang sebelumnya tidak berjalan dengan semestinya saat ini. Petani berusaha untuk dapat memproduksi secara optimal melewati jatuh bangun untuk menjaga ketahanan pangan. Untuk itu masyarakat dan pemerintah untuk menunjukan dukungan dan solusi yang terbaik bagi petani di Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan.

Agar mewujudkan ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan ditengah pandemi covid-19 maka perlu dilakukan hal-hal seperti tunjukkan empati dan keberpihakan kepada petani. Saat ini kampanye penanganan Covid-19 masih tampak bias hanya di perkotaan. Bagaimanapun juga, petani adalah salah satu profesi yang sering mengalami ketidakpastian, baik dari alam, seperti cuaca, maupun dari realisasi pasar. Krisis pandemi Covid-19 menambah sumber ketidakpastian di kalangan pelaku perekonomian termasuk petani. Pemimpin di pusat dan daerah perlu berdialog dengan petani dan pelaku pertanian lebih intensif untuk menggali permasalahan dari mulai hal-hal besar yang sifatnya struktural juga hal-hal mendetail di lapangan. Pedagang-pedagang di pasar induk dan sentra-sentra produksi di pinggiran-pinggiran harus diobservasi dan diajak dialog untuk memecahkan masalah. Selain itu ketenangan dan kepastian di kalangan petani akan membantu ketahanan fisik dan mental petani menghadapi krisis pandemi Covid-19. Untuk ini, jika diperlukan untuk mengoptimalkan kelembagaan dan meningkatkan sense-of-sectoral crisis, perlu dibuat pokja (kelompok kerja) khusus penanganan sektor pertanian.

rekomendasi untuk akademisi, pengamat atau peneliti sektor pertanian. Ini saat yang tepat untuk mengkaji dan meneliti kelemahaan-kelemahan sektor pertanian di Indonesia. Adanya krisis yang dibarengi dengan almost complete autarky (restriksi perdagangan internasional) memberikan ruang eksperimen kepada sistem pertanian kita untuk diuji sehingga kita bisa mengkaji “lubang-lubang” kelemahan agar ketahanan pangan dan cita-cita swasembada pangan kita di masa yang akan datang dapat dicapai. 

Bagiamanapun juga sektor pertanian tetap harus bergerak untuk menjaga ketahanan pangan. Selain itu, peran mahasiswa juga dibutuhkan, mahasiswa sebagai penggerak diharapkan dapat mengajarkan petani menjaga protokol kesehatan, melakukan inovasi-inovasi pertanian ditengah pandemi, mengatur strategi bisnis dan ekonomi petani yang terdampak covid-19, serta menerapkan sistem pertanian terpadu demi terciptanya pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan.


Suci Nur Afeland

Mahasiswi Proteksi Tanaman Universitas Andalas

Peran Proteksi Tanaman dalam pertanian berkelanjutan

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas membentang dari sabang hingga merauke, memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah, maka tak heran jika indonesia bisa memproduksi hasil pertanian yang banyak, baru –baru ini dalam rangka memperingati 76 tahun indonesia merdeka, kementerian pertanian republik indonesia meluncurkan kegiatan merdeka ekspor hasil pertanian sebesar 672 ton atau senilai 7 triliun rupiah, hal ini tentu akan menguntungkan dan dapat mengangkat petani-petani yang ada diseluruh pelosok negeri.  Dalam aspek kehidupan kita, pertanian sangatlah penting untuk menyejahterakan rakyat. Pertanian mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia. Disaat pernan sektor riil dan industri melemah, sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor yang terbukti masih dapat memberikan kontribusi pada perekonomian nasional. Perlu kita ketahui sektor pertanian menyumbang sekitar 17,3% menempati posisi kedua sesudah industri pengolahan, dilihat dari kontribusinya dalam pembentukan PDB pada tahun 2002. Namun hal tersebut tidak terlepas juga dari faktor-faktor yang menghalangi produktivitas pertanian, diantaranya adalah serangan opt atau organisme pengganggu tanaman yang menyebabkan kerugian ekonomi, sehingga kita harus menciptakan ketahanan pangan.

Ketahanan pangan ini pun berkorelasi dengan terwujudnya pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dimana sumberdaya yang ada dimanfaatkan untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negative terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Tidaklah berlebihan ada ungkapan bahwa :bumi ini bukanlah warisan nenek moyang kita, namun merupakan titipan anak cucu kita mendatang, yang mengandung makna kita mempunyai kewajiban untuk mengelola dan memelihara bumi (lahan) ini dengan sebaik-baiknya.

Faktor pembatas untuk mewujudkan ketahanan pangan tersebut salah satunya adalah serangan organisme penganggu tumbuhan (OPT) yang dapat menurunkan produksi maupun produktivitas hasil pertanian. Oleh karena itu, perlindungan tanaman seringkali berperan penting dan strategis dalam mendukung ketahanan pangan tersebut. Peran strategis dimaksud adalah menekan kehilangan hasil sehingga peningkatan produksi pangan tetap terjaga. Kualitas pun juga demikian. Langkah perlindungan tanaman ini lebih efektif lagi jika petani dilibatkan secara aktif. Oleh karena itu pemberdayaan petani sekaligus meningkatkan keterampilan terus dilakukan agar paham terhadap perlindungan tanaman tersebut. Dalam konsep ini, perlindungan tanaman dilaksanakan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian OPT berdasarkan pertimbangan efektivitas, efisiensi dan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Dalam menekan kehilangan hasil dilakukan berbagai upaya, antara lain pemantauan serangan OPT dan dampak perubahan iklim (DPI), peramalan OPT dan kejadian bencan alam, serta informasi dini. Kemudian untuk mendukung peningkatan kualitas pangan dilakukan pula penerapan teknik pengendalian OPT yang ramah lingkungan, sehingga produk pertanian aman dikonsumsi dan tidak membahayakan lingkungan. Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan telah mewujudkan itu semua dengan melakukan inovasi dalam membuat formulasi pestisida organik yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk mengendalikan OPT dan mendukung pertanian berkelanjutan diantaranya yaitu Pestisida Nabati Micessla, OPIS, Asap cair dan pestisida hayati diantaranya Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescens, Beauveriabassiana, Trichoderma sp., dan Methariziumanisopliae. Pestisida organic tersebut terbuat dari tanaman maupun tumbuhan yang ada disekitar kita dan juga memanfaatkan musuh alami sehingga tidak hanya mampu mengendalikan OPT tetapi juga dapat meningkatkan ketahanan tubuh (imunitas) tanaman itu sendiri. Teknologi maupun inovasi tersebut sudah banyak diterapkan dan diadopsi oleh para petani dan mampu memberikan hasil yang efektif dan efisien. Dimana dengan mereka membuat pestisida sendiri maka ketergantungan petani terhadap pestisida kimia sintetik akan berkurang yang tentu saja akan berdampak terhadap pengurangan biaya usaha yang saat ini didominasi oleh pembelian pestisida untuk usaha perlindungan tanaman. Selain itu, dengan mengaplikasikan pestisida organic kekebalan atau resistensi OPT terhadap pestisida pun dapat dihindari.

Berkurangnya biaya untuk perlindungan tanaman akan membantu para petani untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu petani sejahtera. Tidak mudah mengubah mindset masyarakat dan pelaku utama, sehingga peran pelatihan menjadi penting untuk mengedukasi masyarakat secara bertahap. kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikankontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangkapanjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidupmasyarakat pedesaan adalah Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan untuk mengendalikanhama yang dikombinasikan dengan metode-metode biologi, budaya, fisik dankimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya, kesehatan dan resiko-resikolingkungan. Adapun caranya dapat melalui;    Penggunaan insek, reptil atau binatang-binatang yang diseleksi untuk mengendalikan hama atau dikenal musuh alami hama, seperti Tricogama sp., sebagai musuh alami dari parasit telur dan parasit larva hama tanaman, menggunakan tanaman-tanaman “penangkap” hama, yang berfungsi sebagai pemikat (atraktan), yang menjauhkan hama dari tanaman utama, menggunakan drainase dan mulsa sebagai metode alami untuk menurunkan infeksi jamur, dalam upaya menurunkan kebutuhan terhadap fungisida sintetis, melakukan rotasi tanaman untuk memutus populasi pertumbuhan hama setiap tahun

Konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi(profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang.  Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas.

Pertanian berkelanjutan juga mengembalikan keragaman hayati, selain berdampak pada peningkatan taraf hidup petani kecil, pertanian berkelanjutan juga mengembalikan keragaman hayati. Perubahan ke arah produksi padi dengan metode pertanian berkelanjutan, misalnya System of Rice Intensification (SRI) dan Integrated Pest Management (IPM) sering kali berdampak pada pemulihan fauna, seperti serangga, amfibi, dan ikan-ikan di ekosistem sekitarnya.Saat ini, petani-petani Indonesia melalui organisasi petani juga mulai bekerja sama secara langsung dengan pihak swasta. Muncul potensi besar untuk mengembangkan model bisnis dan penerapan lebih luas dengan dukungan atau bekerja sama dengan perusahaan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemerintah. Praktik pertanian berkelanjutan yang terkait pula dengan praktik keragaman hayati sekaligus saling menguntungkan antara perusahaan dan petani. Taraf hidup petani kecil pun meningkat. 


Suci Nur Afeland

Mahasiswi Proteksi Tanaman Universitas Andalas

Review SPT

hai guys, sorry yaa aku Lagi males ngetik ni, soalnya tenaga udah kepake buat nulis ini seharian...
So, aku share fotonya aja ya...
This below belong to all my friends yang sedang difase you know what, hehe.. 
semangaat guys !!!

Materi 8

Materi 9

Materi 10

Materi 10 (sambungan)

Materi 11

Materi 12

Materi 13

Materi 14 (gak bikin 😓) 

That's it, good luck for the exam~

ringkasan biotek

Bioteknologi adalah ilmu yg berperan dalam melakukan inovasi dalam berbagai bidang yg melibatkan makhluk hidup dan teknologi untuk menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Melibatkan: mikrobiologi-biologi sel-genetika
Perantara: enzim,alkohol,hormon,bakteri,virus,jamur
Contoh dlm bdg prtanian:
-tebu tahan kering
-golden rice
-hidroponik
-kultur jaringan
-Dll

Bioteknologi terdiri dari:

1. Konvensional
Melibatkan Mikroorganisme, proses biokimia dan genetik secara alami.
Tempat: lingkungan  dan media tumbuh substrak
Contoh: Tahu,tempe,kecap,roti,keju

Kelebihan:
-murah,alat sederhana, dan efek jgka panjang diketahui

kekurangan
-perbaikan genetik tidak teraarah
-lama
-belum ada kajian prinsip ilmiah
-hasil tidak dpt diperkirakan
-produksi kecil
-ketidak sesuaian genetik tidak dapat diatasi
-proses belum steril
-kualitas belum terjamin

2. Modern
Melibatkan Mikroorganisme, proses biokimia dan genetik secara alami dan buatan.
Tempat: lingkungan, media tumbuh substrak, dan sudah sampai ke rekayasa genetik (susunan gen didalam kromosom.
(Kelebihan dan kekurangan tinggal balik yang diatas)
E.g:
-DNA rekombinan
-fusi protoplasma
-kloning DNA
-kuljar
-tan.transgenik
-teknik bayi tabung
-hidroponik


1. DNA REKOMBINAN
Teknik pengubahan susunan sekuens DNA sehingga diperoleh susunan DNA baru yg mampu menekspresikan sifat-sifat yang diingikan.
Hasil: tanaman transgenik

Proses:
1. Isolasi DNA
>>>>>> seleksi DNA dg cara:
-mengekstrak dari kromosom organisme
-dipotong dg E.retriksi
-dimasukkan ke vektor/plasmid

2. Transplantasi gen/DNA
>>>>>>menyambung atau merekatkan gen yang telah diisolasi kedalam vektor menggunakan e.ligase sehingga diperoleh _DNA rekombinan (DNA asli vektor+ DNA Asing)

3. Memasukkan DNA rekombinan kedalam sel  makhluk hidup
>>>>> sel bakteri/virus. Cara: pemanasan dalam lar.Nacl/ electrophoresis sehingga sel akan mereplikasi dan diperoleh banyak DNA rekombinan

Contoh proses menggunakan bakteri dan virus:
1. Pencangkokan gen melalui DNA PLASMID
>>>rantai DNA diluar kromosom bakteri a.k.a plasmid dipotong dan disisipi gen asing sehingga diperoleh plasmid rekombinan. Lalu dimasukkan ke sel inang>> replikasi

2. Melalui Virus
DNA Virus + gen asing = DNA rekom >> sel inang >> replikasi

Adapun syarat vektor adalah :
-dpt berikatan dg gen
-mampu mereplikasi
-mampu mengekspresikan gen.

Additionally info:
Vektor dipotong dengan endonuklease a.k.a E.Retriksi (yg bkrja dg cara memotong rantai ganda DNA dg mengenal sekuens basa pada DNA). E.g: EcoRI, BamHI, HaeIII

2. FUSI PROTOPLASMA
Teknologi hibridoma dengan menggabungkan dua sel yang berasal dari jaringan yang sama atau organisme berbeda yang digabungkan dalam suatu medan listrik.

Prinsip: kedua dinding sel dihilangkan lalu isinya digabungkan dalam suatu medan listrik

Proses dg metode mekanis:
Jaringan tanaman diplasmolisis dan sel diobservasi secara mikroskopis. Lalu, dinding sel dipotong dg pisau dan protoplas dilepas sehingga diperoleh koleksi protoplas.

Fusi protoplasma dari dua genom brbrda terdiri dari:
1. Spontaneous fusion
-intraspesifik
-inter spesifik
2. Induced fusion
-chemofusion
-mechanical
-electrofusion


3. KULTUR JARINGAN
(Perbanyakan vegetatif buatan  berdasarkan sifat totipotensi tumb.)
_totipotensi mrpkn kemampuan sel untuk memperbanyak diri dan tumbuh menjadi tanaman lengkap. E.g: sel punca/zigot.

Prinsip: menumbuhkan jaringan/sel tumbuhan dalam suatu media buatan secara aseptik. menggunakan sel somatik atau sel generatif

+ seragam,banyak,cepat.

Tahapan
1. Pemilihan & penyiapan tan.induk sumber eksplan.
2. Inisiasi kultur (mencari bagian tan yg tumbuh paling baik)
3. Sterilisasi
4. Multiplikasi/perbanyakan propagul
5. Pemanjangan tunas/induksi akar
6. Aklimatisasi

Adapun karakteristik perbanyakan klonal
1. Mikropropagonal
-vol.jumlah sedikit
-tan.seragam dg induk.
-perlu aklimatisasi
-harga mahal perplantlet
-laju mereplikasi rendah

2. Biji sintetik
-v.banyak
-sda
-langsung tanam
-murah
-cepat

3. judulnya gak jelas ada yang tau apa?  🙂
-v.sedikit
-seragam
-perlu merangsang akar
-mahal
-laju terbatas

Latar belakang adanya kuljar: tidak semua tan dpt dikembangkan melalui benih. 'Cause of:
1. Heterozigot
2. Endosperem kecil
3. Some seed need asosiation with mikoriza
4. Beberapa tan gak punya biji.

Sehingga lahirlah Biji Sintetik.

Biji sintetik
1. memiliki selubung fisik yang membungkus embrio somatik dg lapisan pelindung.
2. Senyawa penyokong perkecambahan dan pertumbuhan hingga menjadi tanaman utuh. E.g: nutrisi, antibiotik, fungisida, zpt, dll
3. Tahan sistem pengepakan,penyimpanan,hingga tanam.

Faktor keberhasilan:
1.daya tumbuh dan adaptasi tinggi
2. Keseragaman perkembangan
3. Penggunaan komponen kapsul non toxic
4. Viabilitas embrio setelah penyimpanan
5. Pert.biji sintetik setelah diaklimatisasi

Namun, penumbuhan secara in vitro ini memiliki kelemahan yaitu terjadinya keragaman genetik dan mutasi a.k.a keragaman somaklonal akibat mutasi isoplasmik dan inti serta abnormalitas.

inisiasi kalus ada yang memerlukan
1. Auksin
2. Auksin + sitokinin
3. Sitokinin

Pembetukan kalus dan organ dipengaruhi oleh
1. Umur
2. Posisi asal bahan
3. Bahan kalus (akar/batang/daun/bunga)

Macam-macam kultur: meristem,anter,embrio, protoplas,kloroplas,pollen

Add info:
Kalus merupakan kumpulan sel-sel yang tidak/belum terorganisir yang didapat melalui pelukaan dan mampu bergenerasi membentuk organ-organ adventif dan atau embrio, kalus dapat terus diperbanyak dg pengaturan media. 🔪
Pada kondisi tertentu dapat trjadi secara spontan.

Proses induksi kalus
Tan yg trdri dri sel-sel yg tlh terdiferensiasi dibalik lagi menjadi sebelum terdiferensiasi a.k.a. EKSPLAN. Jika eksplan telah memiliki jaringan meristematik maka pembentukan kalus dpt brlgsng. Stlh diferen kalus terbntuk melalui pgtrn ZPT yg terdpt pd media.

Setelah diinduksi kalus selanjutnya ditmbhkn pada media tanam. Sub kultur prtma dlkkn pd media padat. Kondisi sma seperti untuk induksi kalus hanya saja beda konsentrasi auksin dan sitokininnya.

+kalus respon on monocot better than dicot so need to add ZPT
+Fungsi ausin: pembesaran sel dg selulanya (sifat plastis/tidak dapat balik)

 4. KLONING DNA
(Pencangkokan nukleus untuk hasil individu identik dengan induk).

Proses:
1. Inti sel donor dimasukkan ke dalam sel telur yang telah dihilangkan isinya.
2. Sel telur dikejutkan sehingga trjdi replikasi
3. Klom embrio dimasukkan ke kdalam rahim betina lain yg sejenis >> hamil >> lahir anak klon 🐑

Strategi kloning DNA
1. Metode PERT
1. DNA padi liar (O.minuta) diisolasi lalu dipotong dg e.retriksi(ambil sekuesn spesifik yg dicari) >>denaturasi
2. Hibridisasi dlm emulsi phenol + DNA padi terbudidaya (O.sativa)
3. Vektor disiapkan dg e.retriksi lalu diligasi (sambung)
4. Transformasi dan seleksi

2. Metode differential screening
Dasar: gen berekspresi dg memprpduksi mRNA dan ekspresi gen oleh stimulasi/induksi lingkungan.

Prinsip
Gen yg diingikan terekspresi lalu mRNA diisolasi u/ membuat pustaka cDNA (complementary DNA) yg kmdian diseleksi u/ mendapatkan gen khusus yang berekspresi karena adanya induksi. Seleksi dlkkn dg cara mensintesis cDNA paralel dari tanaman tidak diinduksi

Komponen kloning DNA:
1. E.retriksi (pemotong)
2. Kloning vektor (pembawa)
3. E.ligase (penyambung)

Proses dasar:
1. Pemotongan DNA (organisme&vektor)
2. Sambung kedua fragmen
3. Transformasi rekombinan DNA (vektor+sisipan)  dalam sel bakteri e.Coli
4. Seleksi u/dapat klon yg diinginkan.

Jelasnya, Tahapan kloning DNA
1. Isolasi mRNA dari tan sehingga didapat utas tunggal mRNA.
2. mRNA dipakai untuk dibuat cetak DNA ganda (cDNA)
3. Sintesis cDNA dikatalisis oleh E.reverse transkriptase
4. cDNA diligasi ke vektor ditransformasikan eColi sehingga didapat pustaka cDNA (eColi) >> seleksi



_bila sumber gen tidak diketahui, bisa digunakan probe heterologous untuk menyeleksi pustaka yang dibuat jika gen sejenis ditemukan pada klon lain. Keberhasilan probe tergantung pada kekerabatan organisme.
E.g: gen waxy (wx) pada padi terdapat pada jagung yang telah diklon.

Add info:
Pustaka cDNA merupakan kumpulan dari mRNA (komponen aktif pada DNA a.k.a ekson dalam mengkode protein)

4. TRANSGENIK
(Organisme yang mengandung gen Asing, akibatnya muncul sifat baru yang tidak ada dimiliki orgnisme sejenis)

Proses pembuatan tan.transgen melalui bakteri
1. DNA Bakteri diekstraksi dan diisolasi
2. Kloning dan desain gen
3.transformasi
4.kuljar
5. Plant breeding
6. Perbanyakan

Peluncuran tan.transgen (dari tahap lab ke lap)
1. Identifikasi sifat yang diingikan
2. Idtfks sumber gen
3. Isolasi gen
4. Tranfer gen ke tan varietas sasaran.
5. Uji karakter, eks atau tidak
6. jika tidak terekspresi ulang ke tahap 1-4. Jika tereks lanjut
7. Terekspresi: pastikan tdk ad efek merusak dan gen berfungsi sprt yg diingkan
8. Integrasi dg pemuliaan konvensional
9. Ajukan info ke komisis keamanan hayati
10. Uji biosafety/food safety

Penggunaan metode transgen telah diterapkan diantaranya untuk:
1. Menciptakan tan yang resisten terhadap herbisida dengan 3 mekanisma yaitu: overekspresi enzim target, modifikasi, dan detoksifikasi herbisida
2. Tahan hama.menggunakan protein BT dari bakteri bacillus thurigiensis  yang mrpkn racun bagi serangga ulat bulu, telah diterapkan pada jagung,kapas,dan tembakau.
3. Pencegahan penyakit layu bagi tanaman menggunakan coat protein (klon gen virus penyandi protein pembungkus partikel pada virus) dari virus TMV yg disisipkan ke genom tan melalui promotor. Stlh ditransfer ke tan dan terekspresi maka terjadi akumulasi protein pembukus virus sehingga terbentuk tan resisten thdp TMV dg mnghlngi replikasinya.

Target resistensi virus:
1. Memberikan resistensi terhadap transmisi (vektor,non preferensi vektor dan benih)
2. Resistensi perkembangan penyakit (pencegahan replikasi dan penyebaran virus)

transgenik merubah apa yang seharusnya terjadi secara alamiah itulah sebabnya kenapa aku tak ingin menyisipkan gen yang mampu membuatmu jatuh cinta kepadaku, karena seharusnya jatuh cinta terjadi secara alami dg sendirinya bukan?

Apakabarkamu? :')






NOTE: JANGAN PAKE BUAT LIAT CATATAN YA. PENULIS DOSANYA UDAH SEBANYAK BUIH DILAUTAN.


Identification and characterization of weed


CHAPTER I INTRODUCTION

A.  Background of the problem
Weed is a plant that grows at the wrong time and place. The presence of weeds is undesirable by humans because it can be a competitor for staple plants, in terms of absorption of light, oxygen, carbon dioxide, and soil nutrients. This situation will have an impact on plant growth including reducing the number and organs of plants, stunting, and the emergence of damage in some parts of the plant due to nutrient deficiency. According to Harsono, it is stated that yield losses due to weed disturbance can range from 20% to 80%, depending on the type and density of weeds and the time of the disturbance.
Classification of weed is needed to make easier for exploring or identifying weeds. Basic classification in a kind of weed is depend on particular needs. Weeds can be distinguished by morphology, life cycle, habitat, plant texture, and also by the effect for plantation plant.
Morphology of weed is divided into some group, such as: grasses, sedges, broad leaf, and ferns. Grasses is a weed that has size varies, the plant growth up and sweep, can live in a  years. The stem has node and internode. The leaves growth in interspesed with nodes, consist of sheath and leaf strands, e.g: Axonopus compressus, Imperata cylindrica, and Leersia hexandra. Weeds with broad leaf generally consist of dicotil plants and some monocots. The leaf is widen, growth up, and sweep, e.g: Ageratum conyzoides, Melastoma malabathricum, and Commelina nudiflora. The sedges weed has a shape like grasses, but we can see the differences in stem that has triangle shaped, e.g: Cyperus rotundus, Fimbristylis miliacea,and Cyperus kyllingia. The ferns weed is generally reproduce by vertical spore or horizontal, e.g: Stenochlena palustris and Dicranopteris linearis.
Weed by the lifecylce is divided into annual weeds, biannual weeds, and perrenial weeds. Annual weeds lifecycle is start from germination, reproduction, until die during a year. In general, this kind of weed is easy to control but it growth quickly with so much seeds. So that, the fee in controlling this annual weeds is bigger that usual. E.g: Ehinochloa colonum, Ageratum conyzoides, and Amaranthus spinosus. Biannual weeds live more that a year, but less than two year. in the first years, this weed produce roset, and the second years they are flowering, produce seeds, and die. E.g: Verbascum thapsus and Cirsium vulgare. Perennial weeds produce vegetative organ continously so they are enable to live more than two years. It has double reproduction organ, in generative with seeds and vegetative with rhizome, tuber, stolon, and leaves generally classified into seasonal weeds.
Weed by habitat divided into aquatic weeds, teresterial weeds, and aerial weeds. Terestrial weeds is a weed that growth in dry land, consist of annual, biannual, and perennial weeds, grasses, broad leaf, or sedges. Aquatic weeds growth in wet areal such as rice field, lakes, pond, swamp, etc. It growth in water by down of water, float, or sink or half sink in water. E.g: Eichhornia crassipes, Hydrilla verticillata, and Limnocharis flava. Aerial weeds is a weed that lived in another plant. This kind of weed sometimes may be parasite or ephifit and lived within adhere in other plants, e.g: Cuscuta sp., Desmodium sp., etc
Weeds by the effect for plantation plant is classified into A,B,C,D,and E. A is mean this weed is so dangerous and need to control quickly untill clean of them, B is a weed that harmfull for cultivation plant and need to control. C is weed that also harmfull for cultivation plant but to control this kind of weed depends on fee availability and aesthetic aspect for the plantation. D is class of weed that not so harmfull for the plantation, but still need to control. E is a kind of weed that generally has a benefit for plantation plant such as a green compost. This weeds is abandoned upper the land but it still need to control if growth closed the plant area. In addition, this weed has predominance than other weeds, such as: a good areal control, seeds dormance, adaptation, and growth spreadly.
According to this background of problem, we need to classified many unknown species of weeds and identify some of weeds spesies to make the characterization.

B.  Purpose
The following below is purpose of this research,
1.      To figure out what kind of weed classification based on morphology, life cycle, habitats, and the effect for plantation plants
2.      To see the differences in every kind of weed based on weed characteristic
3.      To know weed capital names,latin, and english
BAB II LITERATURE REVIEW

Weed is a plant that is associated with cultivation plants in the habitat that made by human. In the artificial habitat, weeds do competition with cultivation plants. The competition occurs because of the small growing space between weeds and plants (Moenandir, 2010).
These losses include weeds reducing the quality and quantity of staple crops, weeds can poison the staple plants (allelopathy), weeds can reduce the value of land, weeds can damage agricultural equipment or hinder the use of these tools, weeds can increase production costs, and weeds can host pests and diseases (Sembodo, 2010).
Weeds can be classified based on their life cycle, habitat, ecology, taxonomic classification, and responses to herbicides. Based on the known life cycle of annual weeds whose annual life and perennial weeds. Based on its habitat consists of terrestrial weeds, and aquatic weeds. Based on the known ecology of rice field weeds, dry land weeds, plantation weeds, and swamp weeds or reservoirs. Based on taxonomic classifications consisting of monocot weeds, dicot weeds, and weed ferns. Based on responses to herbicides, weeds are grouped into broadleaf weeds, grasses, and sedges (Hamid, 2010).
Teki (sedges) have triangular stems, sometimes round and not hollow, the leaves come from nodia and a deep purple color. This weed has a rhizoma and tuber system. A prominent characteristic is the rapid formation of new tubers which can be dormant in certain environments. With these characters, the puzzle becomes relatively difficult to control manually. Grasses are easily distinguished because they have round or flat and hollow stems, similar to puzzles because the shape of the leaves is equally narrow, but in terms of control, especially the response to different herbicides. Broad-leaf weeds form broad leaves derived from the growth of the apical meristem and are very sensitive to chemicals. On the surface of the leaf, especially the lower surface there is a stomata that allows fluid to enter. These weeds have shoots in the nodes or leaf scatter points. (Gunar,2012)
Based on its life cycle weeds are divided into annual, annual and annual weeds. Annual weeds are weeds that have a life cycle of only one year or less from seed germination to produce more seeds. Weed annuals can be divided into two groups, namely winter (winter annuals) and summer (summer annuals). Summer weeds will germinate in the spring, produce seeds and then die in the summer of the same year. Winter weeds will germinate in autumn, rest in winter, grow again to produce seeds and then die in the next spring or summer. Weed two seasons is a weed that can live more than one year but less than two years. In the initial growth phase, sprouts are usually in the form of a rosette. After experiencing winter the flowers are formed followed by the formation of seeds and then die. Annual weeds are weeds that can live more than two years. The characteristic of this type of weed is that every year growth starts with the same roots. The woody weeds group includes all plants whose stems form secondary branches. Woody weeds are also called hard weeds. Its nature causes different control methods with soft weeds. Aquatic weeds are plants that adapt to the state of continuous water or are least tolerant of watery soil conditions for a period of their life time. In practice water weeds are classified as marginal (edge), emergent (a combination of drowning and floating), submerged (floating), anchored with floating leaves (sinking), freefloating (floating), and plankton or algae (Sembodo,2010)
In addition to those mentioned above weeds also have vines, epiphytes and parasites. The character of creepers is twining and climbing can cause a large area closure and fast. Propagators sometimes also epiphytes or hemiparasites. As a result of this type of weed attack is the host plant will lose leaves because its branches have been killed by the parasite (Gunar,2012).
Weeds can also be classified based on their effects on plantation crops. Based on these influences, it is known that Class A is very dangerous to plantation crops and needs to be eradicated. For example: Mikania sp, and Mimosa sp. Class B is detrimental to plantation crops and need to be controlled. Examples:Lantana camara, Melastoma malabathricum. Class C is detrimental to plantation crops and need to be controlled, but control time is adjusted according to circumstances. For example: Axonophus compressus, Cynodon dactylon.. D is less detrimental to plantation crops, but need control measures. For example: Ageratum conyzoides and Digitaria. And E is a weed that is useful for plantation crops, commonly used as green fertilizer, and belongs to the LCC (Legume Cover Crop) group. Examples: Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens, Pueraria javanica  (Barus,2010)
The most simple and commonly used grouping of weeds is to group them according to their habitat namely; agrestal or segetal, ruderal, grassland weed, water weed, forest weed, and environmental weed. Ruderal plants are plants that are not cultivated, grow in disturbed natural habitats (ruderal) but are not used for production purposes. Ruderal plants are generally found in places where the ruderal originates from the Latin rudus which means remnants (in a broad sense). This includes roadside habitats, railroads, building roofs, pond / lake / swamp / river edges, landfills, and others (Gunar,2012).
 Another kind of weeds except above is based on soil type (Edaphic): (a) Weeds of black cotton soil: These are often closely allied to those that grow in dry condition e.g. Aristolochia bracteata (b) Weeds of red soils: They are like the weeds of garden lands consisting of various classes of plants e.g. Commelina benghalensis (c) Weeds of light, sandy or loamy soils: Weeds those occur in soils having good drainage e.g. Leucas aspera (d) Weeds of laterite soils: e.g. Lantana camara, Spergula arvensis. Based on Origin (a) Indigenous weeds: All the native weeds of the country come under this group and most of the weeds are indigenous.e.g. Acalypha indica, Abutilon indicum (b) Introduced or Exotic weeds: These are the weeds introduced from other countries. These weeds are normally troublesome and control becomes difficult.e.g. Parthenium hysterophorus, Phalaris minor, Acanthospermum hispidum. In addition, weed also classified based on soil pH. Based on pH of the soil the weeds can be classified into three categories.(a) Acidophile – Acid soil weeds e.g. Rumex acetosella, (b) Basophile – Saline & alkaline soil weeds e.g. Taraxacum sp.,(c) Neutrophile – Weeds of neutral soils e.g. Acalypha indica (Ecourse,2012).
Based on its presence in the plantation, these weeds can be divided into two, that is : 1). Soft weeds, which are weeds that exist in crop cultivation, oil palm can tolerate. This is because this type of weed can resist soil erosion. Nevertheless, its growth must be permanent be controlled. For example babandotan, wedusan and paitan. 2). Weeds are dangerous, weeds that have high competitiveness to staple crops. For example, weeds, vines, and engineering. (Sembodo,2010)
BAB III METHODOLOGY
A.  Place and Time
This research is held on  september 12th, 2019 at Plant Physiology Laboratory, Agriculture Faculty Of Andalas University, Padang.

B.  Tools and Material
The tools that we used in this research are camera and @plant.net apps. The materials are 2 grasses weeds, 2 sedges weeds, 2 broad leaf weeds, 2 annual weed, 2 biannual weeds, 2 perennial weeds, 2 aquatic weed and 2 terrestrial weeds.

C.  Methodology
Take the pictures of all the weeds and then classified them based on their characteristic. Then,Write the observation result on the paper.


BAB IV RESULTS AND DISCUSSION

A.  Result
The result after research in laboratory are description in the table below :
Table 2. The results of the classification and characteristics of various types of weeds.
picture
Regional names, Latin names, English names
Classification

characteristics
 
Ganggang Rantai,
Hydrilla verticillata (L. f.) Royle,
Chain Algae
Kingdom: Plantae
Super Division: Spermatophyta
Division: Magnoliophyta
Class: Liliopsida
Order: Hydrocharitales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Hydrilla
Species: Hydrilla verticillata (L. f.) Royle
(Hutauruk,2014)
The leaves, small in shape, are arranged around the trunk. Stems, branching and growing horizontally as stolons that in some places form the roots of fibers.
Hydrocotyle ranunculoides L.f,
Floating Pennywort
Kingdom: Plantae
Domain: Eukaryota
Phylum: Spermatophyta
Subphylum:
Angiospermae
Class: Dicotyledonae
Family: Araliaceae (formerly Apiaceae)
Genus: Hydrocotyle
Spesies: Hydrocotyle ranunculoides L.f
Synonim: Hydrocotyle natans Cirillo
(cabi.org)
Appearance,Hydrocotyle ranunculoides is a glabrous, stoloniferous, perennial aquatic plant. The stems float in the water or grow up onto the shore and the plants root freely from nodes about every 1.2-4 in (3-10 cm).
Foliage,The leaves are 2-6 cm in diameter and somewhat rounded with 3-7 lobes. The leaf margins are smooth to scalloped. Stalks from (5-35 cm) long are attached to the leaf edge.
Flowers,The small white, greenish, or yellow flowers are held in umbels at the ends of 0.4-2 in (1-5 cm) long flower stalks. Each flower has 5 tiny petals.
Fruit,The fruit is 0.04-0.12 in (1-3 mm) long, elliptic to round. It is flattened with faint ribs and is divided into 2 halves.

Rosmarin,
Rosmarinus officinalis L., Rosemary
Kingdom: Plantae
Division: Tracheobionta
Phylum: magnoliophyta
Class: Magnoliopsida
Sub-class: Asteridae
Order: Lamiales
Family: Lamiaceae
Genus: Rosmarinus
Species: Rosmarinus Officinalis L.
(link.springer.com)

Perennial
Seed Propagated
Shrub
Vegetatively Propagated
Stem: Woody
Leaves: Green and Small

Pakis Kayu / Pakis Jantan, Dryopteris filix-mas  (L.) Schott,
Wood Fern or Male Fern
Kingdom: Plantae
Sub-kingdom: Viridiplantae
Infra-kingdom: Streptophyta
Superdivision: Embryophyta
division: Tracheophyta
sub-division: polypodiophytina
Class: polypodiopsida
sub-class: polypodidae
Order: Polypoliales
Family: Dryopteriadaceae
Genus: Dryopteris Adans.
Species: Dryopteris filix-mas (L._ Schott)
(itis.gov)
Leaves, curled when still young.
Stems of nails are not visible because they are found in the ground in the form of rhizomes, very short, some can reach up to 5 meters as in tree nails or pole nails. Fibrous roots in the form of rhizomes, root tips protected by calyphras.

B.  Discussion
      Hydrilla verticillata has the characteristics, namely, leaves: leaves are green, thin, lanceolate, jagged and thorny edges, 2-4 mm wide, 6-20 mm long. every 3-4 leaves grow in a circle and form segments on the stem. petiole 0.2 mm in diameter. the stem of the leaf is red and has one thorn under the surface. (Joselin, 2014). According to Hutauruk (2014), hydrilla stems are green, upright, slender, and can grow 7 m in length. the stem is branched and grows horizontally as a stolon which in certain places grows fibrous roots. hydrilla flower is bisexual or unisexual flower. flower jewelry can be distinguished between sepals and petals, green petals and white or other colored sepals 3, stamen 2-3 or more. the flowers are rarely there, if there will grow on the armpit leaves towards the surface of the water through a long flower stalk. This plant is a plant whose entire body sinks below the surface of the water. Hydrilla verticillata breeding occurs rapidly in the presence of stolons.
      According to Phukan et al. (2015), Hydrilla can also grow in oligotrophic and eutrophic waters. Sediments with high organic content can accelerate the growth of Hydrilla, although Hydrilla is also found growing on rocky substrates. This productive plant, in water can grow quickly and can develop in water from a few centimeters to 20 meters and can function as a bioremediator (Rondonuwu 2014).
      Hydrocotyle ranunculoides grows in stagnant and slowly running water. It colonizes the shallow parts and banks of rivers, streams, ditches, mill weirs, ponds, lakes, pits, canals and freshwater marshes. It supports tidal conditions or strong irregular water-level variations and grows on all types of soil, including peat. It even grows on drained soils. Once established, it is able to spread into deeper water by forming extensive floating mats. This growth form allows it to cope with frequent water-level changes. It grows best at high-nutrient sites, tolerating turbid water and organic pollution. Establishment also occurs on banks which remain barren of any other vegetation. Although highly eutrophic, base-rich sites may be especially susceptible, invasive behaviour also occurs in more nutrient-poor and even acid conditions. H. ranunculoides prefers sunny conditions and reaches maximum photosynthetic rates of up to up to 18 µmol CO2 m -2 s -1 at 25–35 °C and a light saturation of ~ 800 µmol photons m-2 s -1 . The species is resistant to central European winters. Frost causes emergent parts to die back, but submerged parts persist. Hussner & Lösch,describe small submerged growth forms of H. ranunculoides under a persistent ice cover in a North Rhine-Westphalian stream. (Hussner,2012)
Vegetative growth can be very rapid, with floating mats extending up to 20 cm per day. The lifecycle of H. ranunculoides in Central Europe, where its growth rate is highest in the summer months June and July. Starting from small plants or fragments, plants start growing slowly in spring as soon as the ice melts. Small leaves (up to 10 cm2 ) are formed that float on the water surface for the most part (Fig. 4a). With increasing temperature, photoperiod and light intensity, the leaves become larger and reach a height of up to 40 cm above the water. The hermaphrodite plants flower and fruit between May and October as the stands get more and more dense. With temperature and light availability decreasing in autumn, plants develop smaller fresh leaves. At this time, plants have both floating and submerged leaves. Most of the leaves die off as night frosts set in. Floating leaves die when enclosed in ice, but submerged stems and leaves survive the winter, From the persisting small submerged plants and leafless stolons, plants grow out again in spring.
Due to the high regeneration capacity of its shoots and fragments, H. ranunculoides can reach new regions very easily by means of waterfowl,  via water courses and by human intervention. Both intentional, e.g. through the aquatic nursery trade, and unintentional distribution (e.g. by boating) commonly occur. Flooding allows it to become established widely in river valleys. Management activities or water sport activities that result in the fragmentation of plants facilitate dispersal. New shoots are formed even from small stem fragments. Up to 90% of stem fragments 1 cm in length and with only one node, with or without leaves, regenerate within one week; single leaves and internode fragments do not regenerate. Although suggested, dispersal by means of seeds is not yet documented in the region.
H. ranunculoides can quickly become an invasive pest when introduced to regions where it is not native. The following characteristics give it a competitive advantage: high growth rates; adaptability to changing nutrient conditions; effective vegetative propagation; plasticity in growth response; overwintering strategies that allow it to avoid low temperature stress; resistance to herbivory; resistance to chemical control; and absence of pests and diseases in the habitats where it is introduced. (invasiveplant.org)
Rosemary is an evergreen, usually erect, bushy shrub up to 2 m tall and wide. Stem indistinctly quadrangular, finely grey pubescent. Leaves opposite, tufted on the branches, sessile to short petiolate; blade linear, 1-5 cm x 1-2 mm, base attenuate, margin entire but revolute, apex obtuse, leathery, dark glossy sea-green and subglabrous above, white-felted tomentose beneath, aromatically fragrant when crushed. Inflorescence racemose, axillary, 5- to 10-flowered, 0.5-2.5 cm long, terminating short lateral branches; pedicel 2-5 mm long; calyx campanulate, 2-lipped, 5-6 mm long, densely stellate tomentose, upper lip small and 3-dentate, lower lip 2-lobed; corolla tubular, 2-lipped,10-13 mm long, pale blue or blue (seldom white), upper lip erect or recurved, 2-lobed, ovate, about 4 mm long, lower lip 3-lobed, about 7 mm long, with large concave middle lobe; 2 anterior stamens perfect, 7-8 mm long, ascending under the base of the upper lip, 2 posterior stamens reduced to hardly visible staminodes; pistil with deeply 4-partite ovary, style incurved, 1.5 cm long ending into 2 short, unequal branches with stigma. Fruit composed of 4 subglobose to obovoid nutlets, about 2 mm long, glabrous and smooth.
      Seeds of rosemary are slow to germinate taking about 3-4 weeks before emerging from the soil. To enhance germination the temperature should remain below 18°C. Seedlings are likewise slow to develop, becoming a dense shrub with a diameter of 60 cm and a height of 90 cm only by the end of the second growing season. Flowering is initiated when plants are 2 or more years old. Under favourable growing conditions and optimal cultural management, rosemary can remain productive for up to 30 years.
      R. officinalis is cultivated in tropical and temperate regions around the world. Outside of cultivation it grows primarily in dry, sandy or rocky soils in a temperate climate characterized by warm summers and mild, dry winters (Floridata, 2014). It can tolerate maritime exposure and soil types ranging from light (sandy) to medium (loamy), preferring well-drained soil, and can tolerate soils of any pH ranging from acid, neutral and basic (alkaline) soils and even very alkaline soils (PFAF, 2014). However, the species performs poorly in heavy clay soils and wet, poorly-drained soils in winter are usually fatal (Missouri Botanical Garden Plant Finder, 2014). It has low tolerance for shade and thrives under full sun (Missouri Botanical Garden Plant Finder, 2014).
      R.officinalis is listed in the Global Compendium of Weeds (Randall, 2012) as “casual alien, cultivation escape, garden thug, naturalised, weed” and is reported to be invasive to Cuba (Oviedo-Prieto et al., 2012). The species is of Mediterranean origin but is cultivated pantropically for medicinal, culinary, and ornamental purposes as well as for its essential oils. The species can regenerate by both seeds and cuttings (Missouri Botanical Garden Plant Finder, 2014), is tolerant of heat and drought, and thrives in areas with dry, poor, rocky, and sandy soil (Floridata, 2014).
Fern (Pteridophyta) are plants that can live with easily in a variety of habitats both epiphytically, terrestrial and in water .teridophyta is a divisio plants that already have a true vascular system (cormus), meaning the body can be clearly distinguished in three main parts, namely roots, stems and leaves. However, Pteridophyta does not produce seeds for its reproduction. Group this plant still uses spores as its generative propagation tool, the same like moss and fungi.
Wood fern (Dryopteris erythrosora) is found within the largest genus of fernswith more than 200 species at home in damp, wooded areas of the Northern Hemisphere.
Wood fern plants thrive in moist, rich, well-drained soil. Like most woodland garden plants, they prefer slightly acidic conditions. Planting wood ferns in soil enriched with leaf mold, compost or peat moss will help create good wood fern growing conditions. Wood fern plants require shade or semi-shade. Like most ferns, wood fern won’t perform well in intense sunlight, dry soil or extreme temperatures.



BAB V CLOSING

A.  Conclution
There are so much more weeds in this world that not identify by human or called uknown species so we need to explore it to find a new spesies. Hydrocotyle ranunculoides L.f is an invasive weed that grow up in the moist area, an invasive weed become dangerous if it unconditionaly grow. Hydrilla verticillata is a aquatic weed, we can found in everywhere. Some weeds are potential to be a biofertilizer such us Hydrilla verticillata. So we recommend to do more identification for many species weed to found positive effect of weeds.

B.  Recommendation
For the next practice, I hopes it will be better and I think for this material we can do practice outdoor such us around campuss or visit some place like study tour.



BIBLIOGRAPHY

Barus, E. 2010. Pengendalian Gulma di Perkebunan edisi revisi. Kanisius. Yogyakarta. 104 hlm.
Floridata, 2014. FLORIDATAbase website. Tallahassee, Florida, USA: Floridata.com. http://www.floridata.com/
Gunar,Widiyanto. 2012. Identifikasi Dan Karakterisasi Gulma-Gulma Ruderal Invasif Di Kebun Raya Bogor. IPB:Bogor
Hamid, I. 2010. Identifikasi Gulma pada Areal Pertanaman Cengkeh (Eugenia Aromatica) di Desa Nalbessy Kecamatan Leksula Kabupaten Buru Selatan. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (Agrikan UMMU- Ternate). 3 (1): 62 – 71
Hussner, A., Denys, L. and van Valkenburg, J. (2012): NOBANIS – Invasive Alien Species Fact Sheet – Hydrocotyle ranunculoides – From: Online Database of the European Network on Invasive Alien Species – NOBANIS www.nobanis.org Date of access: 20/11/2019
Http://ecoursesonline.iasri.res.in/mod/page/view.php?id=11989 date of access 22/11/2019
Https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-2-8178-0058-5_25 date of access 22/11/2019
Https://www.cabi.org/isc/datasheet/28068 date of access 21/11/2019
Https://www.invasiveplantatlas.org/subject.html?sub=23098 date of access 22/11/2019
Https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=17535#null date of access 22/11/2019
Hutauruk, V.O. 2014. Pengaruh Ekstrak Segar Limut (Hydrilla Verticillata L.) Danau Toba Terhadap Kadar Kolesterol Total Dan Gambaran Mikrostruktur Aorta Mencit (Mus Musculusl.). Universitas Sumatera Utara:Medan
Joselin,M. 2014. Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas dan Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Hidrilla (Hydrilla Verticillata (L.F.) Royle. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Missouri Botanical Garden Plant Finder, 2014. Missouri Botanical Garden
Moenandir, J. 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press (UB Press). Malang. 162 hlm
Oviedo-Prieto, R., Herrera-Oliver, P., Caluff, M.G., 2012. National list of invasive and potentially invasive plants in the Republic of Cuba - 2011. (Lista nacional de especies de plantas invasoras y potencialmente invasoras en la República de Cuba - 2011). Bissea: Boletín sobre Conservación de Plantas del Jardín Botánico Nacional de Cuba, 6(Special Issue 1):22-96.
Randall RP, 2012. A Global Compendium of Weeds. Perth, Australia: Department of Agriculture and Food Western Australia, 1124 pp. http://www.cabi.org/isc/FullTextPDF/2013/20133109119.pdf
Rondonuwu, S.B., 2014, Fitoremediasi Limbah Merkuri Menggunakan Tanaman dan Sistem Reaktor, Ilmiah Sains, 14(1), pp.52–60.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. 168 hlm
PFAF, 2014. Plants for a future. http://www.pfaf.org date of access 22/11/2019
Phukan, P., Phukan, R. dan Phukan, S.N., 2015. Heavy metal uptake capacity of Hydrilla verticillata : A commonly available Aquatic Plant. International Research Journal of Environment Sciences, 4(3), pp.35– 40.
Plant Finder. St. Louis, MO, USA: Missouri Botanical Garden. http://www.missouribotanicalgarden.org/PlantFinder


ATTACHMENT

1.    Documentation
No.
Picture
information
1.
Weeds that grow wild around the campus of Unand
2.
One of so many kind terresterial weeds
3.
Some of aquatic weed
4.
Sedges and grasses weed